Mantan Napi Korupsi Ikut Pilkada, Pengamat: Tidak Pantas Menang!

Must read

ItulahPolitik – Keikutsertaan Mantan Narapidana Kasus Korupsi (Napi Korupsi) dalam Pilkada 2024 menjadi sorotan publik. Sedikitnya ada 64 Calon Kepala Daerah /Wakil Kepala Daerah yang menyandang status tersebut.

Kota Malang, yang notabenenya terkenal sebagai kota pendidikan tidak lepas dari calon yang bersih dari korupsi yakni Calon Walikota Malang HM Anton. Ia terlibat kasus suap kepada DPRD Kota Malang pada tahun 2018.

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menyoroti terkait dengan adanya calon kepala daerah dalam Pilkada 2024 yang pernah atau sedang terlibat kasus hingga dipanggil KPK dan Kejaksaan.

Dedi menilai jika calon kepala daerah yang tersandung hukum, seharusnya sudah tidak layak mengikuti kontestasi politik, termasuk pada Pilkada 2024.

“Semestinya mereka tidak layak dari sisi kapasitas maupun administrasi kontestasi, tetapi hukum di negara ini dirasakan lemah terkait sanksinya,” kata Dedi baru baru ini.

Untuk memperkuat itu, secara khusus diperlukan UU yang mengambil hak politik warga negara yang pernah terbukti lakukan korupsi,” katanya.

Namun, kata dia, hukum di Indonesia tidak demikian. Sehingga menurutnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan KPU yakni memasang identitas kandidat yang pernah terlibat kasus, di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Dengan begitu, menurutnya dapat membantu para pemilih untuk lebih bijak menentukan pilihannya dalam memilih pemimpin daerah.

“Selemahnya upaya, perlu menuntut KPU memasang identitas kandidat di tiap TPS, termasuk menjelaskan kasus hukum yang sedang atau pernah dialami kandidat, ini akan membantu pemilih untuk menentukan pilihan,” ujarnya.

Sementara, Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar menilai, secara sosiologis, orang yang pernah atau sedang berkasus tidak layak menjadi pejabat publik, bahkan dalam aturannya memiliki jeda 5 tahun untuk kembali mendaftarkan diri.

Bagi yang berstatus mantan narapidana ada waktu jedanya, dia boleh mencalonkan setelah melewati masa 5 tahun setelah bebas sesuai putusan MK No 56/PUU-XVII/2019,” kata Fickar.

MK memberi syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana yakni harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara berdasarkan putusan yang telah inkracht

Namun, lanjut Fickar, ketika dilihat dari track record yang bersangkutan, sebenarnya sudah tidak layak menjadi pemimpin

“Yaitu hukum memberinya waktu jeda 5 tahun, tapi secara sosiologis tidak pantas lagi untuk jadi pejabat,” lanjutnya

- Advertisement -spot_img

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest article